SISI LAIN TEORI KETERGANTUNGAN
Pada chapter 1 mengenai pengembangan diri masyarakat, yang secara garis besar menganalisis mengenai usaha-usaha masyarakat dalam suatu Negara untuk terlepas dari ketergantungan dengan pihak luar. Gagasan menarik mengenai keberhasilan lepas dari ketergantungan tentu saja tidak akan luput dari pembangunan pasca ketergantungan. Teori ketergantungan yang menekankan bahwa aspek eksternal dari pembangunan menjadi penting. Negara-negara yang ekonominya lebih kuat, bukan saja menghambat karena menang dalam bersaing, tetapi juga ikut campur dalam mengubah struktur sosial, politik, dan ekonomi Negara yang lebih lemah. Menurut Robert A Packenham (1974) Kekuatan teori ketergantungan: Menekankan pada aspek internasional, Mempersoalkan akibat dari politik luar negeri (industri terhadap pinggiran), Mengkaitkan perubahan internal negara pinggiran dengan politik luar negeri negara maju, Mengaitkan antara analisis ekonomi dengan analisis politik, Membahas antar klas dalam negeri dan hubungan klas antar-negara dalam konteks internasional, Memberikan definisi yang berbeda tentang pembangunan ekonomi (tentang sosial, antar-daerah dan antarnegara).
Pada chapter 1 mengenai pengembangan diri masyarakat, yang secara garis besar menganalisis mengenai usaha-usaha masyarakat dalam suatu Negara untuk terlepas dari ketergantungan dengan pihak luar. Gagasan menarik mengenai keberhasilan lepas dari ketergantungan tentu saja tidak akan luput dari pembangunan pasca ketergantungan. Teori ketergantungan yang menekankan bahwa aspek eksternal dari pembangunan menjadi penting. Negara-negara yang ekonominya lebih kuat, bukan saja menghambat karena menang dalam bersaing, tetapi juga ikut campur dalam mengubah struktur sosial, politik, dan ekonomi Negara yang lebih lemah. Menurut Robert A Packenham (1974) Kekuatan teori ketergantungan: Menekankan pada aspek internasional, Mempersoalkan akibat dari politik luar negeri (industri terhadap pinggiran), Mengkaitkan perubahan internal negara pinggiran dengan politik luar negeri negara maju, Mengaitkan antara analisis ekonomi dengan analisis politik, Membahas antar klas dalam negeri dan hubungan klas antar-negara dalam konteks internasional, Memberikan definisi yang berbeda tentang pembangunan ekonomi (tentang sosial, antar-daerah dan antarnegara).
Dibalik kekuatan tersebut, ada beberapa kelemahannya diantaranya: Hanya menyalahkan kapitalisme, Konsep kunci yang kurang jelas termasuk istilah “ketergantungan”, Ketergantungan dianggap sebagai konsep yang dikotomis, Tidak ada kemungkinan lepas dari ketergantungan, Ketergantungan dianggap suatu yang negatif, Ketergantungan tidak melihat aspek psikologis, Ketergantungan menyepelekan konsep nasionalisme, Teori Ketergantungan sangata normatif & subyektif, Hubungan antar negara dalam teori ketergantungan bersifat zero-sum game (kalau yang satu untung, yang lain rugi), padahal kenyataannya tidak ada hubungan yang bersifat seperti itu. Karena konsepnya tidak jelas maka tidak dapat diuji kebenarannya, sehingga teori ini menjadi tautologies (selalu benar). Menganggap aktor politik sebagai boneka dari kepentingan modal asing.
Kajian yg kurang rinci dan tajam akibatnya teori ini kurang dapat dipergunakan untuk menganalisis dengan tajam. Ada beberapa teori yang mencoba mengatasi keterbatasan teori ketergantungan ini, diantaranya teori Liberal, teori sistem dunia, teori artikulasi (Budiman:1995).
1. Teori Liberal
Teori liberal tidak terlalu memperhatikan teori ketergantungan, apalagi studi Simon Kusnetz tentang beberapa Negara dalam proses pembangunan menunjukkan bahwa masalah kesenjangan pendapatan yang ada pada suatu Negara merupakan suatu gejala peralihan.
2. Bill Warren
Bagi Warren, tidak bisa dicegah lagi bahwa kapitalisme akan berkembang dan menggejala di semua Negara di dunia ini. Baru setelah kapitalisme berkembang sampai mencapai titik jenuhnya, perubahan ke sosialisme dimungkinkan. Karena itu memaksakan perubahan ke sosialisme sekarang juga merupakan hal yang sia-sia, karena pada saat ini kapitalisme belum mencapai titik jenuhnya.
3. Teori Artikulasi dan Teori sistem dunia
Teori artikulasi dan teori sistem dunia merupaka dua teori baru dalam kelompok teori-teori pembangunan, yang mencoba memecahkan masalah yang terdapat pada teri ketergantungan. Teori sistem dunia berlainan dengan teori artikulasi yang lebih mementingkan analisis pada kondisi internal yang ada di dalam negeri negar-negara yang diteliti. Tidak berarti bahwa teori sistem dunia tidak memperhatikan faktor-faktor internal, dan teori artikulasi tidak memperhatikan faktor eksternal.
Di Indonesia, kondisi pembangunan pasca reformasi masih sangat bergantung dengan Negara lain. Ini disebabkan oleh pengaruh neoliberalisasi dan globalisasi, dimana banyak kasus ketergantungan yang belum dicoba untuk dilepaskan, mengingat Indonesia adalah Negara yang sangat kaya. Indonesia masih mengimpor hasil-hasil pertanian, mengimpor tenaga-tenaga professional di segala bidang, mengekspor buruh-buruh, dan banyaknya pinjaman-pinjaman luar negeri baik dengan bunga lunak atau segala macam bentuknya.
Budaya ketergantungan ini, harus dilepaskan dengan mengembangkan diri rakyat Indonesia, membangun kemandirian agar Indonesia menghadapi babak pembangunan yang baru. Kemandirian dimulai dari individu, kemudian masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang mandiri. Lalu menjadi sebuah bangsa yang menghimpun masyarakat yang memiliki semangat pembebasan dari kezaliman dan ketergantungan. Kontruksi Indonesia mandiri yang dibuat hendaknya juga dimulai dengan pengembangan individu yang memiliki harga diri, rasa percaya diri, keberanian melakukan inovasi dan semangat pembebasan dengan memanfaatkan nilai-nilai tradisi yang dinamis dan adaptif dalam menghadapi tantangan pembangunan saat ini. Ada beberapa langkah untuk membangun kemandirian dan mengembangkan diri bagi indonesia, diantaranya:
1. Pemetaan kecenderungan
Ketika harus memilih institusi, asumsi umum yang seringkali disalah tafsirkan adalah bahwa setiap masyarakat harus memilih suatu ideology atau paham sosialisme atau kapitalisme? Padahal seperti yang dipikirkan oleh Peter L. Berger dalam The Capitalist Revolution: fifty propositios about proseperity, equality, and liberty, kedua isme besar itu hanya menjadi ideal tipe dari suatu cara masyarakat mencapai kemakmuran. Karena tidak mungkin menemukan kedua tipe yang sepenuhnya sosialis atau sepenuhnya kapitalis. Keduanya telah berkembang melalui dukungan institusi-institusi ekonomi yang menyangganya serta pilihan manajemen yang dikembangkannya. Kepitalisme misalnya, telah membangun berbagai institusi yang begitu kuat dalam berbagai instrument hukum dan pikiran manajemennya dibanding kebimbangan yang dialami sosialis. Disamping itu, kecenderungan lain tentu saja beragam dan bervariasi. Indonesia bisa dengan tegas memilih kecenderungan terhadap keduanya, atau sebaliknya mengembangkan dan menguatkan kekuatan sendiri dengan konsep pancasila.
2. Memilih Nilai dan Mengembangkannya
Indonesia sudah lama membangun nilai-nilainya sendiri disamping melakukan transaksi dengan luar yang terjalin melalui interaksi secara sengaja maupun alamiah. Secara mikro, pembangunan nilai-nilai luhur bangsa itu terjadi dalam keluarga, seperti sopan santun dan budi pekerti dan inilah yang menjadi basis peradaban dan kebudayaan masyarakat kita dan karenanya pula kayak menjadi salah satu pilihan dasar. Namun, jika titik berangkatnya memilih nilai, pertanyaan selanjutnya adalah darimana memulai pilihan tersebut? Yang mendasar dilakukan di sisni adalah membangun pilihan masyarakat. Hal ini terutama disebabkan karena pilihan masyarakat itu sendiri yang semakin kompetiitf dan menghendaki etika hidup yang semakin memperkuat tanggungjawab setiap individu dalam membangun masyarakatnya.
Pembangunan individu melalui institusi masyarakat yang kuat dan pengembangan keunggulan manusia secara individual dalam masyarakat yang kuat harus diteruskan secara terencana. Harus ada usaha mengurangi anonimitas dalam kolektivitas masyarakat, sehingga tidak tersedia tempat bersembunyi bagi manusia-manusia atau pribadi-pribadi yang tidak bertanggungjawab dalam masyarakat. Pemikiran ini diperlukan agar manakala kita membangun sebuah masyarakat dan ketertiban sosial sudah terbangun maka keberaturan itu menjadi tempat tumbuhnya masyarakat baru yang memiliki tanggungjawab dan menghargai inisiatif individual dalam membangun bangsanya.
3. Mengembangkan Potensi Menjadi Kekuatan Nyata
Jumlah penduduk dan keberagaman budaya bukan hanya potensi pembangunan tapi juga memiliki potensi yang dapat menimbulkan beban dan disintegrasi nasional. Ini yang perlu diwaspadai. Oleh karena itu, manusia yang menjadi sumbernya yang harus tumbuh dalam masyarakat Indonesia yang masa mendatang adalah manusia pembangun gagasan-gagasan inovatif, maju dan kreatif dalam tatanan membangun sosial order untuk memperkuat dan meajukan Negara. Sedangkan potensi disintegrasi yang dibawa akar cultural, primordialisme atau nasionalisme etnis, harus secara sistematis dan terencana dikembangkan menjadi sinergisitas pembangunan untuk menunjang pertumbuhan pembangunan indoesia yang kaya filosofi, basis nilai dan tetap dalam kerangka Bhineka Tunggal Ika.
4. Mengembangkan Nilai Universal Secara Nyata
Berkecimpung dalam nilai-nilai universal, hal pertama yang harus dilakukan adalah demokrasi. Mengapa demokrasi? Reinhold Niebuhr menulis bahwa kemampuan manusia untuk berbuat adil membuat demokrasi mungkin, tetapi kecenderungan manusia untuk berbuat tidak adil membuat demokrasi perlu. Meskipun begitu, bukan hanya alasan etis ini demokrasi mau tidak mau harus menjadi alasan pilihan, karena secara mendasar dipahami oleh banyak pemikir, bahwa pada masa mendatangketidak mampuan pemerintah suatu Negara untuk membiayai kegiatannya akan sangat tergantung pada kemampuan dalam negeri (partisipasi masyarakat) dan meminimalisi ketergantungan pada pihak luar. Dengan semangat kemandirian, upaya melepaskan ikatan pihak luar menjadi pilihan sulit jika tidak bersiaga dengan kemampuan sendiri.
5. Memenangkan Masa Depan dari Kompetisi ke Supertisi (Saefudin Noer: 1995)
Masa depan yang kompetitif adalah suatu tantangan. Sulit memenangkan masa depan dengan hanya berasumsi pada kompetisi, dengan memenangkan pertarungan dalam lintasan yang sama. Harus ada inovasi besar-besaran dan provokatif agar sebuah pertarungan dimenangkan dengan mencanangkan tujuan. Modal terpenting dalam melakukan supertisi adalah cara berpikir yang melampaui sekedar garis linear dan hubungan sebab akibat. Untuk memenangkan kompetisi global dalam kondisi dunia seperti sekarang ini suatu strategi diplomasi tidak hanya dapat disandarkan sebagai suatu aktivitas Negara, melainkan juga para indivisu yang memiliki kemampuan menjaga kepentingan-kepentingan nasional.
Mengenai paradigma alternative pembangunan, sseperti yang kita ketahui ada beberapa teori tentang pembangunan, seperi teori modernisasi yang melihat aspek-aspek internal suatu Negara, teori structural yang kebalikan dari modernisasi yaitu memperhatikan aspek-aspek eksternal lalu selanjutnya ada teori post modernisasi dan pasca ketergantungan. Kesemua teori-teori ini dianggap memiliki kelemahan dan kekuarangan tersendiri, sehingga dianggap perlu untuk menentukan arah dan paradigm alternative pembangunan. Teori modernisasi dianggap gagal karena suatu peubahan perekonomian, sosial dan politik secara menyeluruh di atas bumi ini tidak kunjung datang terutama di negara-negara Dunia Ketiga seperti yang diharapkan di negara industri. Pertumbuhan berlangsung hanya bersifat gradual saja. Untuk sebagian kecil warga masyarakat perubahan sosial tidaklah berarti apapun. Tidak ada pembicaraan yang serius ataupun bukti yang nyata akan tendensi jalan ke luar ke arah demokratisasi. Mengikuti baik pendapat kalangan Keynesia maupun resep dari Neoklasis tidak diperoleh keberhasilan yang berarti.
Demikian juga paradigma ketergantungan tidak lama bertahan. Terutama disebakan oleh diagnosanya yang sangat umum tentang blokade struktural dalam sistem dunia. Dapat dibuktikan bahwa negara Peripherie tidak ada sebagai akibat adanya proses heterogenisasi yang terus berlangsung di Dunia Ketiga. Adanya krisis teori global dan tanda berakhirnya dunia ketiga menambah diskursus mengenai paradigm alternative pembangunan. Pertanyaan tentang penyebab krisis aktual Teori besar ini bisa diruntutkan dari beberapa penyebab sebagaimana berikut, (Menzel, 1992, 131).
1. Pertama, sejak beberapa tahun terakhir terlihat bukti adanya proses diferensiasi yang mendua dari beberapa negara yang pada mulanya termasuk dalam “Dunia Ketiga”. Gambaran yang muncul tentang kesamaan struktur dari masyarakat, negara (Pemerintahan), perekonomian di selain negara-negara industri baik dari pemikiran strukturalis modernisasi maupun teoritisi ketergantungan tidak lama dipertahankan. Dalam sudut pandang perekonomian, secara kasar dapat dinyatakan bahwa paling tidak ada satu pembagian negara-negara yang tergolong dalam negara industri baru, negara-negara Opec, dan negara miskin yang absolot dan yang relatif menjadi miskin. Baik dari pemikiran teori modernisasi maupun teori ketergantungan atau teori sistem dunia, keduanya mengangkat tuntutan global tidak memiliki kemampuan untuk menjelaskanya. Terutama sekali dengan kedatangan negara-negara industri baru.
2. Kedua, secara bersamaan timbul suatu proses diferensiasi politik yang sangat berarti (demokratisasi vs otoriterisme vs refundamentalisasi), yang tidak dapat dijelaskan dengan satu teori yang berhubungan dengan modernisasi politik maupun dengan berbagai pemikiran lain. Di satu sisi tidak dapat dibuktikan bahwa seperti yang dianggap oleh teori modernisasi- bahwa pertumbuhan ekonomi secara langsung atau secara otomatis akan mengarah pada demokratisasi. Proses demokratisasi di negara Korea Selatan, Siangapura, Taiwan secara nyata merupakan suatu konsekuensi dari pertumbuhan yang tinggi yang terus dapat dipertahankan, hal ini merupakan suatu pengecualian yang tidak bisa di tolak. Berbeda jauh dengan proses demokratisasi yang terjadi di negara seperti Chili, Argentina atau Philifina (yang tidak menunjukkan adanya kasus pertumbuhan yang nyata). Proses ini tidak dengan diskusi tentang negara dari perspektif teori ketergantungan.
3. Ketiga, faktor lain adalah tentu berhubungan dengan krisis riil sosialismus sejak awal tahun 80-an yang tidak saja dinyatakan berlaku bagi Eropa Timur tetapi juga terjadi di negara Cina, Vietnam, Kamboja, Korea Utara, Kuba dan lain-lain. Terutama keterbukaan dan reformasi politik di negara Republik Cina pada tahun 70 – an yang pada hakekatnya merupakan suatu alternatif model pembangunan, memiliki pengaruh yang kuat pada diskusi teori yang ada. Terutama sekali dalam menyampaikan adanya kegagalan segala strategi pembangunan dari segala bentuk sosialis. Hal ini menunjukkan bahwa segala pilihan pada jalan ketiga antara kapitalisme menjadi lemah.
Selain itu, paradigma alternative pembangunan adalah partisipasi dan pemberdayaan masyarakat seperti halnya yang dikemukakan pada chapter sebelumnya. Di Indonesia, wujud partisipasi masyarakat dalam pembangunan sangat beragam sekali, mulai dari program pemberdayaan berbasis masyarakat perdesaaan dan perkotaan, sampai pada proses pemilihan umum (politik). Ada beberapa strategi pemberdayaan di Indonesia, salah satunya untuk para petani. Untuk menuju pertanian yang berkelanjutan, melihat kondisi ketidakberdayaan petani Indonesia, secara ekonomi yang diperberat oleh rendahnya tingkat pendidikan mereka maupun ada intervensi pihak luar, maka usaha-usaha untuk memberdayakan kelompok masyarakat ini mendesak untuk dilakukan. Pertama, melalui transmigrasi.
Transmigrasi kini lebih dikembangkan pada upaya atau partisipasi transmigran sendiri dalam hal proses pemindahan yang kemudian disebut dengan transmigrasi swakarsa baik melalui bantuan atau tidak. Kedua, pemberdayaan ikatan antar individu dan ketiga adalah pemberdayaan di bidang politik. Keterkaitan pemberdayaan di bidang politik dan pembangunan ini bahwa pemberdayaan politik yang dituju adalah terbentuknya mobilisasi dan kesalingketerkaitan antara kekuatan ekonomi Negara, dan kekuatan sosial sampai pada tingkat perdesaan. Dalam kesalingketerkaitan antara kekuatan tersebut dapat ditunjukkan letak dari masing-masing kekuatan tersebut. Memberikan pemahaman pada masyarakat bahwa pada Negara (state) inti kekuatan pembangunan terletak pada lembaga-lembaga formal kepemerintahan dan perangkat hukum. Pada kekuatan sosial, inti kekuatan terletak pada institusi keluarga melebar ke institusi sosial. Pada kekuatan ekonomi, terletak pada institusi yang berupa korporasi ekonomi. Jadi, pada tingkat praktis pemberdayaan politik mengarah pada terbangunnya kesalingtergantungan antara keluarga-keluarga miskin di perdesaan dengan lembaga pemerintah dan korporasi-korporasi ekonomi. Hubungan semacam ini yang mampu membentuk sebuah kekuatan baru dalam pembangunan kapasitas suatu Negara tanpa harus menggantungkan dirinya terhadap pihak luar/Negara lain yang lebih maju.
Referensi:
Budiman, Arief. 2000. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Tresiana, Novita. 2004. Administrasi Pembangunan. Lampung University. Makalah
seminar. Tidak dipublikasikan.
Hamad, Ibnu. 1995. Membangun Kemandirian Indonesia. Forum dialog Indonesia. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar