Menurut
bahasa, evaluasi (value) berasal dari bahasa Inggris evaluate, yang berarti
menilai dan menaksirDalam pengertian umum, evaluasi berarti penilaian terhadap
segala sesuatu. Menurut Ahmad Tafsir, ada tiga istilah yang kadang-kadang
diartikan sama dalam peristilahan penilaian yaitu istilah test, measurement,
dan evaluation. Dalam bahasa Indonesia, dikenal istilah ujian.Test atau
testing, dalam arti umum dapat berarti mengetest kekuatan sesuatu benda dan
dapat pula berarti mengetest kemampuan sebuah kelas dalam suatu bidang studi,
dapat pula berarti mengetest tingkat kecerdasan seseorang, kesehatannya, serta
kemampuan-kemampuannya yang tertentu. Sekarang pengertian tersebut di sekolah
telah menjadi begitu luas, sehingga meliputi pengertian measurement dan
evaluation. Secara operasional, evaluasi ialah usaha mengumpulkan
berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan
hasil belajar yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan perlakaukan
selanjutnya. Dengan demikian, evaluasi pendidikan agama adalah suatu kegiatan
untuk menentukan taraf kemajuan suatu pekerjaan dalam pendidikan agama.Secara
umum orang hanya mengidentikkan kegiatan evaluasi sama dengan menilai, karena
aktifitas mengukur biasanya sudah termasuk didalamnya. Pengukuran, penilaian
dan evaluasi merupakan kegiatan yang bersifat hierarki. Artinya ketiga kegiatan
tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan dalam pelaksanaannya harus
dilaksanakan secara berurutan.
Pembangunan
daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan
berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional yang
memberikan kesempatan bagi peningkatan kinerja daerah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Penyelenggaraan pemerintah sebagai subsistem pemerintah daerah sebagai subsitem
pemerintah negara dimaksudkan untuk meningkatakan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat.Sebagai daerah otonom,
daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan
mayarakat berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi mayrakat, dan
pertanggung awababn kepada masyarakat. Mengingat luasnya kewenangan daerah
dalam pemerintahan, maka pada masa yang akan datang, daerah dituntut untuk
memiliki kemampuan yang lebih besar dari kemampuan yang dimiliki saat ini.
Kemampuan tersebut mencakup kemampuan berbagai bidang pemerintahan, termasuk
bidang kelembagaan, personil, keuangan, peralatan dan sebagainya.Oleh karena
itu, seharusnya dilakukan Pemerintahan Daerah adalah mengembangkan kelembagan
agar mampu melaksanakan perannya semakin besar dan mengingat secara efektif,
efisien dan akuntabel. Sesuai dengan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor IV/MPR1999 tentang Garis Besar Haluan Negara, bahwa
2kebijakan umum pembagian daerah diarahkan pada upaya untuk bertanggung jawab
dalam rangka pemberdayaan masyarakat kebijakan umum lainya diarahkan pada upaya
mempercepat pembangunan daerah yang efektif dan kuat dengan memperhatikan
penataan ruang, baik fisik maupun sosial sehingga terjadi pemerataan
pertumbuhan ekonomi sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah.
Otonomi
daerah telah melalui perjalanan panjang, sejak dikumandangkan proklamasi
kemerdekaan republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, ketentuan yang mengatur
Otonomi Daerah telah termuat dalam UUD 1945 Pasal 18. Sehubungan dengan hal
tersebut, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan peraturan Perundang-Undangan
yang mengatur penyelenggaraan Pemerintah didaerah antara lain UU.No 1 tahun
1945, UUNo 2 Tahun 1948, UU No.1 Tahun 1957, Panpes No.6 Tahun 1959, UU No. 18
Tahun 1965, dan UU No. 5 Tahun 1947 tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah.
Namun sesuai dengan perkembangan lingkungan strategis baik internasional
regional maupun nasional UU Nomor 5 Tahun 1974 tidak sesuai lagi dengan tuntunan
perkembangan kehidupan bangsa sehingga diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004
tentang pemerintahan Daerah. Undang-undang pajak daerah terus mengalami
perubahan sesuai dengan perkembangan hingga sekarang Undang-undang yang
digunakan adalah Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang PajakDaerah dan
Retribusi Daerah.Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, Otonomi Daerah ditetapkan secara utuh pada daerah Kabupaten
dan Daerah Kota, yang diselenggarakan atas dasar Otonomi yang luas, nyata dan
bertanggung jawab. Dengan demikian Daerah Kabupaten dan 3kota memiliki
kewengangan yang utuh kecuali dibidang Pertahanan, Keamanan, Peradialan,
Politik Luar Negeri dan Moneter serta kewenagan lainya yang diatur oleh
Peraturan Perundangan yang tinggi. Oleh karena itu untuk mendukung
penyeleggaraan otonomi daerah diperlukan pemanfaatan sumber daya nasional,
serta perimbangan keuangan antara pusat dan dearah. Sumber pembiayaan
pemerintah daerah dalam rangka perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah
dilaksanakan atas dasardesentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.Dalam
rangka menyelenggarakan pemerintahan, pelayanan masyarakat, dan pembangunan,
maka pemerintah suatu negara pada hakekatnya mengemban tiga fungsi utama yakni
fungsi alokasi yang meliputi, antara lain, -sumber ekonomi dalam bentuk barang
dan jasa pelayanan masyarakat.Fungsi distribusi meliputi antara lain,
pertahanan-keamanan, ekonomi dan moneter. Namun dalam pelaksanaan perlu
diperhatikan kondisi dan situasi yang berbeda-beda dari masing-masing
wilayah.Dengan demikian, pembagian ketiga fungsi dimaksudkan sangat penting
sebagailandasan dalam penentuan dasardasar perimbnagan keuanagan antara
Pemerintah Pusat dan DaerahSalah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan
otonomi daerah adalah tersedianya sumber-sumber penerimaan keuanagan daerah
yang memadai untuk membiayai penyelenggaraan otonomi daerah. Kemampuan keuangan
pemerintah daerah akan menentukan kapasitas pemerintah daerahdalam menjalankan
fungsi-fungsi pemerintah yaitu melaksanankan pelayana publik (publik service
function), dan melaksanakan pembanguanan (development function)
Paradigma
pembangunan dahulu telah menempatkan peran perdesaan/masyarakat perdesaan
sebagai agen di perbatasan, yang mempunyai tugas mentyediakan dan menstabilkan
bahan mentah dan bahan pangan.Peningkatan produktivitas, keanekaragaman produk
melalui pemberdayaan masyarakat perdesaan dan peningkatan pendapatan selama ini
bukanlah merupakan fokus pada pembangunan perdesaan. Daerah perdesaa telah
terbukti bertahan terhadap krisis ekonomi dan hal ini akan berlanjut di masa
pembangunan Indonesia yang akan datang. Pada program ekonomi saat ini,
infrastruktur perdesaan talah menjadi salah satu prioritas untuk memperkuat
ekonomi Indonesia.Tujuan utama adalah untuk memberi peluang bagi kemampuan
daerah dan perdesaan sebagai tulang punggung ekonomi regional dan nasional.
Banyak
studi internasional yang menunjukkan bahwa sistem distribusi seharusnya
menjamin keamanan barang dan pelayanan antara produsen dan pelanggan untuk
menjamin distribusi keuntungan yang pantas.Untuk itu, kita harus
megikutsertakan tingkat grassroots sampai petani.Hasil PARULdan PEL program
dari BAPPENAS menunjukkan bahwa hubungan antara ekonomi perdesaan dan ekonomi
perkotaan harus didukung oleh sistem transportasi yang cukup dan memadai. Skema
industrialisasi perkotaan juga harus didukung oleh sistem ditribusi yang baik
untuk menjamin keberhasilannya.Dalam proses desentralisasi yang sedang berjalan
ini, momentum untuk merevitalisasi peran transportasi perdesaan dalam
pembangunan sosial dan ekonomi di perdesaan semakin meningkat. Investasi di
bidang transportasi perdesaan juga dilihat sebagai cara untuk menekan
urbanisasi dan menghindari investasi di transportasi perkotaan yang tidak
diperlukan. Dalam dekade terakhir ini, tingkat investasi transportasi perkotaan
sebagai akibat meningkatnya urabnisasi sangat besar dan peningkatan investasi
serta alokasi anggaran di perkotaan harus disertai dengan usaha menghindari
urbanisasi.Ketika aksesibilitas perdesaan mempunyai arti yang lebih luas,
transportasi perdesaan menyediakan sarana untuk memindahkan orang dan barang di
dalam desa tersebut serta dari/ke desa lain untuk mendapatkan kebutuhan inti
dan membangun kemampuan sosial ekonomi dari masyarakat perdesaan. Pada dasrnya,
pembangunan sistem transportasi perdesaan dalam penyediaan aksesibilitas dan
mobilitas masyarakat desa memerlukan tiga komponen: infrastruktur transportasi
perdesaan, termasuk jalan setapak dan jalan desa, pelayanan transportasi
perdesaan dan kapasitas organisasional/manajemen utnuk menangani dan
mensinkronisasi pelayanan dan infrastruktur transportasi. Transportasi
perdesaan sangat dekat hubungannya dengan isu sosial termasuk kesetaraan
gener.Hasil penelitian di seluruh dunia dan di Indonesia menunjukkan bahwa
wanita menempuh perjalanan lebih jauh dan membawa barang lebih berat
dibandingkan dengan pria.Wanita umunya juga mempunyai aksesibilitas terbatas
dalam menggunakan kendaraan di dalam rumah tangga.Dengan pendapat yang
demikian, merevitalisasi peran transportasi perdesaan sangatlah penting, tidak
hanya dari sisi ekonomi tetapi juga dari sudut pandang sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar